Cegah OCSEA, Prodi Sosiologi FIS-H UNM Galang Kerjasama Yayasan BaKTI dan UNICEF Indonesia Melalui Dialog Interaktif

Idham Irwansyah Idrus Kaprodi Sosiologi FIS-H UNM menyatakan era disrupsi membawa dampak positif bagi kemajuan. Terutama di bidang teknologi informasi dan komunikasi, meski ia juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan negatif berupa kejahatan seksual yang menyasar anak dan remaja sebagai korbannya. Peryataan ini ia sampaikan sebagai fasilitator dalam kegiatan Dialog Interaktif bertema “Mengenali Bentuk dan Dampak OCSEA, serta Strategi Pencegahan dan Penanganannya,” Kamis (7/3/2024) di Ballroom Gedung Pinisi UNM. Kegiatan ini hasil kolaborasi Prodi Sosiologi FIS-H UNM bekerja sama dengan Yayasan BaKTI didukung UNICEF Indonesia.

Perlu diketahui, saat ini telah banyak manfaat dari proses alih teknologi, terutama internet, bagi anak-anak dan remaja. Melalui internet proses pendidikan menjadi lebih mudah dilakukan melalui pembelajaran berbasis online, belajar menjadi lebih mudah, dan informasi semakin cepat berpindah dari guru ke murid. Internet juga membantu interaksi semakin mudah, jarak menjadi lebih dekat, sementara untuk melakukan itu waktu makin lebih efisien. Tapi, kecanggihan yang dilahirkan internet melalui dunia maya bukan tanpa risiko, terutama bagi anak-anak dan remaja yang menghabiskan banyak waktu di dalam layar gawai. Salah satu ancaman bagi anak-anak dan remaja di era disrupsi adalah eksploitasi dan kekerasan seksual di ranah digital.

Sejak 2005, Indonesia termasuk negara 10 teratas dengan kasus kekerasan seksual anak online. Data-data juga menunjukkan 3 dari 10 anak mengalami eksploitasi kekerasan seksual online. Sementara menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia 2017-2019 jumlah pengaduan anak terkait pornografi dan kejahatan siber sebanyak 1.940. Jumlah ini bukan kepastian jika kita melihatnya sebagai fenomena gunung es. Angka-angka ini hanya merupakan puncakan es yang berhasil terjaring data. Di bawahnya masih banyak kasus-kasus yang belum terungkap ke dalam data, informasi, dan laporan selama ini.

Fenomena di atas adalah masalah berat karena berkaitan dengan masa depan anak-anak dan remaja. Oleh Kemendikbud, kekerasan dan pelecehan seksual menjadi satu dari tiga isu utama yang perlu mendapatkan perhatian serius dari perguruan tinggi. Terkait pendidikan, diperlukan pencegahan melalui proses sosialisasi yang panjang dan intens untuk membentuk kesadaran baru, yang peka dan aware dengan fenomena eksploitasi seksual dialami anak-anak dan remaja.

Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama dari UNICEF Indonesia, Amelia Tristiana, dan Meisy Sari Bunga Papayungan, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas P3APPKB Provinsi Sulsel.

Kegiatan dibuka melalui sambutan Dekan FIS-H UNM, Prof. Dr. Jumadi, yang mengingatkan pentingnya pemahaman mengenai batas-batas perilaku agar tidak terjerumus dalam kategori kekerasan dan pelecehan seksual. “Kekerasan seksual itu timbul karena ada relasi kuasa, ketimpangan yang disebabkannya ditengarai melalui kuasa ekonomi, jabatan, dan senioritas,” Ungkapnya.

Amelia Tristiana sebagai Specialist Child Protection UNICEFmengungkapkan generasi Z merupakan lapisan masyarakat paling banyak menggunakan smartphone dengan angka fantastis 93,3% untuk usia rentang 16-24 tahun. Besarnya angka ini meski belum menunjukkan berapa lama Gen Z menghabiskan waktunya berinternet, tapi tetap saja peluang mengalami risiko internet berupa risiko konten, kontak, perilaku, dan kontrak membuat anak-anak dan remaja sebagai korban kejahatan seksual masih tetap ada.

“Kejahaatan seksual itu bernama OCSEA: Online Child Sexual Exploitasion dan Abuse, berupa sexting, streaming, cyber-bullying, atau konten kekerasan dan sextortion (pemerasan seksual),” jelasnya.

Tria juga menambahkan, berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan seksual umumnya saat ini banyak terjadi melalui ranah daringsehingga perlu upaya pencegahan setidaknya menjadikan internet sebagai ruang aman bagi anak-anak dan remaja.

Sementara Fathiyah Ruddin, S.Ag., M.Si mewakili P3APPKB Provinsi Sulsel lebih menenkankan peran strategis  pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan eksploitasi dan kekerasan seksual anak dan remaja dengan melahirkan regulasi, baik Perda maupun Pergub yang melindungi perempuan dan anak. Ia juga menjelaskan penting agar setiap orang mengetahui dengan baik alur penanganan cepat tanggap ketika melihat, atau mengalami eksploitasi kejahatan seksual di lembaga-lembaga seperti UPT PPA Sulawesi Selatan.(synm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *